Powered by Blogger.
RSS

Penaklukan Puncak Pertama: Gunung Ciremai (Part. 4)

13 Juni 2014 - Awal Perjalanan-

Perjalanan ini dimulai dari sebuah TRAGEDI. Kenapa? Mari kita coba berpikir bersama. Kita nyampe di Kp. Rambutan itu sekitar pukul 22.00 WIB. Namun, hingga pukul 23.00 WIB bus yang kita tumpangi masih mangkal adem ayem di pintu keluar terminal. Bete kan?

Tapi, kita tetap masih bersabar sambil menikmati bekal makan malam alias KFC yang tadi dibeli. Ehh, Rini lupa dan malah menghabiskan pepsi tanpa berpikir panjang akan mabuk ato penuh sama gas. Ckckckkk. Aku baru nyadar saat itu kalo aku bisa juga toh bertindak tanpa pikir panjang dulu. (Curhat)

Bus kami mulai merangkak berjalan meninggalkan pintu keluar terminal Kp. Rambutan menuju ke arah mutar balik di Pasar Rebo. Kami bergembira sambil nyanyi lalalalaa lilililiiii diiringi sama suling bambu dan gendang kulit lembu (bercanda). Namun, harapan tinggal harapan. Lagi-lagi kami di-PHP-in sama abang supirnya. Bus mangkal lagi di Pasar Rebo buat nyari penumpang. S-I-A-L, SIAL!

Karena busnya panas, udaranya pengap, membuat badan jadi resah gelisah karena keringat, Aku dan Ria (Kita duduk sebangku berdua di bus. Lagi? Iya, lagi J ) mulai ngobrol, dari yang serius, curhatan, ampe ngomentari makanan penjual buah di Pasar Rebo. Kebetulan Bapaknya lagi makan, Cuma kita berdua nerka-nerka, itu lauk yang dimakan bapaknya apa. Ayamkah? Bebekkah? Burungkah? Ato apa? Dilihat dari bentuknya siy seperti unggas. Hahahaaaa

Setelah jam menunjukkan lebih dari pukul 00.00 WIB, bus akhirnya bergerak perlahan melaju meninggalkan dunia kembali keharibaan-Nya. Boong ding! :-p Bus perlahan dengan pasti bergerak menuju pintu masuk tol yang dari jauh tadi sudah melambai-lambai memanggil nama kami. Angin sepoi sepoi pun menyapa wajah dan tubuh kami dengan lembut. Mata perlahan mulai menutup akibat sentuhan-sentuhan lembut angin di pipi. Asyiiikkk.. mendramatisir sekalleeee...

Perasaan baru beberapa menit mata terpejam, suasana di bus kembali terasa panas sehingga memaksa diri untuk membuka mata. Eh, macet! Jalanan padat merayap kayak rayap. Terbangunlah aku dari tidurku yang hampir lelap. Melihat kesamping, ternyata Ria juga masih ON. Akhirnya, sambil menikmati macet dan panas di bus kami bercerita lagi. Mungkin sekitar setengah jam atau sejaman kami terjebak macet ato mungkin lebih kali ya, pokoknya saat itu gak sempet lagi meratiin waktu, akhirnya kami terbebas dari macet dan udara panas.

Akupun kembali mencoba untuk memejamkan mata. Beberapa waktu berlalu, namun sepertinya Allah sedang memberi ujian kepadaku dan Ria sehingga kami terus saja tidak bisa menikmati tidur ini. Apa ujiannya? Angin yang bertiup terlalu kencang karena Vero membuka jendela di depan lebar sekali (sepertinya Vero sangat kepanasan) dan jalan busnya ngebut banget. Angin itu mau gak mau menampar-nampar muka kami. Udah dicoba dihalangain pake jaket kebalik supaya topi kupluknya bisa ngelindungin muka, eh malah topi kupluknya ikutan nampar dibantu sama angin. Muka ampe lecet rasanya. Astaghfirullah.

Saat itu, rasa lelah sepertinya sudah membuat muka kami kebal ditampar, kamipun tertidur. Aku terbangun lagi sekitaran pukul 03.00 WIB lalu aku teringat dengan Uwi (Panggilan kesayangannya Dwi dari aku, salah satu temen cowokku di LCC). Hari ini dia Ulang Tahun.

Sebenarnya aku mau ngasih kado dan ketemu dia (soalnya Senin dia udah penempatan Indonesia Mengajar di Papua), namun aku harus naik gunung Ciremai, jadi gak bisa (untung aja Uwi bilang “gak perlu maksain Rin kalo gak bisa ketemu. Hati-hati naik gunungnya...”). Aku memutuskan untuk memberi kado spesial (?) aja deh. Hahhaaaa Jadi di bus yang seperti itu, sinyal Hp yang redup-redup, suara mesin bus yang berisiknya minta ampun, aku bernyanyi lagu selamat ulang tahun 3 versi, English, Korea, dan Indonesia, dilanjutkan dengan ngomong Otanjoubi Omedeto (Jepang) diakhiri dengan doa dan harapan-harapan. Gila! Hahahaaaa yang penting dia seneng.

Selese mengirimkan rekaman suaraku via WA ke Uwi, aku mencoba lagi untuk lanjut tidur ditengah badai yang sedang mengamuk di bus ini. Oya, lucunya lagi, pas Kita mencoba nutup jendela, Vero malah buka lagi jendelanya, berulang kali gitu, akhirnya kita nyerah dan terpaksa harus rela mukanya ditepokin sama angin. Hahahaaaa Pengalaman dan pelajaran duduk di kursi bagian belakang jendela (Jangan pernah!).

Shubuh terbangun dan shalat. Lalu menjelang pukul 07.00 WIB, kami semua terbangun (lagi) menikmati suasana sekitar dan mengira-ngira ini sudah sampai dimana dan berapa lama lagi akan sampai. Karena khawatir kelewatan, akhirnya Ria diutus ke depan buat nanya ke supirnya kapan akan sampai. Katanya siy masih lama, sejaman lagi. Huuh!

Tiba-tiba, cowok yang duduk dibelakangku nanya, “Mbak, mau naik ciremai lewat linggarjati ya?”. Terus aku jawab, “Iya. Eh, emang aku mbak ya? Emang umurnya berapa?” (merasa gak terima gitu masih kecil kecil gini dipanggil mbak). Dia ngejawab, “19 tahun. Kamu?”. Glek! Cuma bisa ngejawab “22 tahun” sambil senyum mesem. Akhirnya sedikit banyak kami ngobrol. Ternyata mereka juga mau ngedaki gunung dan jalur yang sama juga. Cowok yang ngajak aku ngobrol itu namanya Fandi, asal Padang, dan mereka serombongan (6 orang) dari Pondok Gede.

Suasana kita di dalam bus bersama dengan Fandi dkk

Mungkin, karena ngeliat aku yang rada salah tingkah karena masalah umur itu tadi, Ria tiba-tiba berdiri menghadap belakang sambil ngomong, “EH BOCAH! Blablablaaaaaa” dengan suaranya yang cetar membahana. Kontan semua penghuni bus melihat ke sumber suara (penghuninya tinggal kami dan rombongan itu). Tuh group yang isinya cowok semua langsung pada protes dipanggil BOCAH sama Ria, padahal emang Fandi aja yang kemudaan, yang lainnya ternyata usianya 23-25 tahun. Tapi dari sanalah suasana antara kami menjadi cair dan kami jadi memutuskan untuk mendaki bareng.

Oya, nama bus yang kami tumpangi namanya bus Keong Mas. Seperti namanya, jalannya pun udah kayak keong beneran. Mari kita membayangkan (lagi). Waktu tempuh yang kita perkirakan subuh udah sampe di dekat pos pendaftaran linggarjati molor hingga sekitaran pukul 10.00 WIB, sekitaran pukul 09.00 WIB kita baru diturunin di pom bensin bersama teman-teman baru. Cuci muka dan gosok gigi dulu di pom bensin baru kita capcus ke pos pendaftaran jalur linggarjati. PARAH!

Menuju Pos Pendaftaran Linggarjati kami menyarter satu angkot untuk 11 orang penumpang beserta cariernya. Bener-bener lucu deh kalo mengingatnya. Mereka kelihatanya sedikit malu-malu. Cuma Fandi yang awalnya berani ngomong sama kami. Tapi gak enaklah ya mau jalan bareng tapi gak saling kenal. Jadinya kami kenalan dulu. Aku lupa semua namanya, yang aku ingat cuma Fandi (Golongan muda, 19 tahun), Aji (Golongan menengah, 23 tahun) dan Sidiq (golongan tua, 25 tahun).

Sesampainya kami di pos pendaftaran linggarjati, kami gotong royong menurunkan carier. DAN LUAR BIASA SEKALE, ternyata carier mereka jauh lebih ringan dibandingkan dengan carier kami. Ria sampai berulang kali protes karena hal itu sama mereka. “Kok cowok bawaannya ringan ya?” itu kata Ria. Hahahaa

Tas kelompok kita. Kelihatan berat kan?

Sebelum memulai perjalanan, kami memutuskan untuk sarapan dulu di Warkop Abah Saman. Sambil menunggu perwakilan kelompok (Ria dan Fandi) daftar ke pos pendaftaran linggarjati, kami memesan nasi campur (harga Rp 7.000,00) gitu untuk sarapan pagi dan 5 bungkus nasi campur lagi untuk makan siang nanti (biar lebih praktis).

Tempat makan murah meriah di dekat tempat pendaftaran


Siap-siap mau mulai mendaki

Setelah semua persiapan pendaftaran dan sarapan selesai, kami memulai pendakian. Tapi sebelumnya, Foto bareng dulu! WAJIB!

Tim Gabungan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: