Powered by Blogger.
RSS

Penaklukan Puncak Pertama: Gunung Ciremai (Part. 8)

15 Juni 2014 - Turun Gunung

Sekitaran pukul 11.00 WIB kami mulai turun. Saat turun ini, lagi-lagi aku berada di belakang. Seperti cerita yang sebelumnya, karena berhubung aku udah capek banget aku cerian bagian-bagian yang penting aja yaaa... lanjutan dari dua part sebelumnya.

Kelinglungan aku itu emang gak bisa di bendung. Terbukti dengan aku melakukan banyak hal berbeda dengan cara yang aku lakukan sebelumnya saat naik. Lagi-lagi aku tertinggal dari kelompok dan membuat jarak antar yang di depan dan di belakang makin jauh. Sebenarnya aku paling benci banget kalo aku ngebuat susah orang lain. Beneran dah. Benci banget kalo berada di kondisi gitu.

Belom berjalan terlalu jauh, Kopral udah nawarin buat tas ku. Aku beneran gak pengen ngerepotin siapa-siapa. Kata Kopral siy biar bisa ngejar yang lain lebih cepet. Kepala aku masih blank saat itu. Rasanya pengen banget bilang, kalo dia ngelakuin itu, justru yang makin tersiksa adalah aku (secara mental). Karena aku gak biasa diperlakukan gitu. Aku pengen bilang jangan tambah beban aku dong, udah cukup emosi aku bergoyah saat pagi ini. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa diam. Ingat Ria bilang, setiap selese naik gunung itu ada evaluasi. Disana bisa bilang semuanya, tapi saat naik dan turun mending disimpan dulu. Jadi, aku simpen dulu aja. Mungkin akan lebih baik.

Nah, pada part-part sebelumnya aku sempat bilang mengenai Vindha ya, yang aku sempet bilang senggol-bacok itu loohh. Nah, disinilah aku ngeliat sisi lainya Vindha. Saat Kopral ngebawain tas aku, Vindha itu ngedodain gitu. Ternyata dia bisa seperti itu sodara-sodara. Luar biasa! Hm, Godaan Vindha,  ngebuat insting jahilku mulai tersentuh. Pengen ngebales. Biasanya aku kalo digodain gitu pasti akan bales lebih deket dan manja sama “Korban” (dalam kasus ini nama korbannya Kopral), biar Vindha dan penonton lainnya seneng. Tapi langsung aku redakan insting jahilku. Kasian si Korban, jadi keisengan aku dan Vindha. Lagian kita baru ketemu, ntar disangka yang gak enggak lagi terus khawatir ntar bercandaan aku dinilai kelewatan. Hahahaaaa

Dari cerita sebelumnya, ada dua nama orang yang gak aku sebutin saat awal. Namanya Kak Eko dan Mas Sidiq. Aku ceritain dulu mengenai Kak Eko. Kak Eko itu aku baru liat mukanya pas pagi. Hehehee mungkin karena kita gak pernah ada di posisi yang deket kali ya, makanya aku juga ingetnya Kak eko cuma pas turun aja. Itu pun karena Kak Eko nemenin Farah yang kakinya keseleo bareng Pian di belakang. Kalo seandainya Kak Eko posisi di depan, aku gak tahu deh mau nulis apaan mengenai Kak Eko heheheee. Maaf banget buat Kak Eko karena gak punya ingetan tentang dia selain ini. Soalnya aku tipe yang ngeliat ke depan si kak (dalam radius tertentu), karena kakak terlalu jauh dari aku, jadi gak kelihatan dan gak masuk ingatan. Maaf ya Kak.

Terus dalam perjalanan turun ini, aku dibantuin sama Mas Sidiq. Ingatanku tentang Mas Sidiq itu dimulai dari saat turunan dan kita berhenti di dekat pohon gede, terus aku bilang aku mau minum obat maag dulu. Mungkin kita pernah ketemu lebih dahulu dari ingatanku itu, tapi yah kasusnya kayak kak Eko gitu, Mas Sidiq gak pernah mampir di mataku siy jadinya gak ingat.

Jujur, waktu Mas Sidiq nungguin aku minum obat dan beristirahat sebentar. Aku mulai berpikir. Ini cowok siapa ya? Dari tim mana? Baik banget, mau nolongin aku padahal gak kenal dan gak tahu dari tim mana. Itulah yang ada di pikiranku saat istirahat itu. Heheheee

Sebenarnya juga, aku siy inget kalo ada temen tim yang namanya Sidiq (kayaknya pernah kenalan sebelumnya) sama kayak personel dari tim Fandi. Cuma aku gak tahu mukanya gimana. Makanya aku bertanya-tanya siapakah cowok itu. Hahhaa Maaf ya Mas Sidiq.

Balik lagi ke alur cerita, jadi ceritanya itu kan hujan ya, gerimis siy. Jadi jalanannya lebih licin. Gampang kepleset. Udin aja sampe main pelosotan di sana. Ckckckkkk. Karena jalanan yang licin, Mas Sidiq ngasih tahu jalan-jalan alternatif yang gak licin. Dari situ aku jadi banyak belajar mengenai hal ini. Hahahaaaa

Waktu mulai beranjak menjadi kelam, aku teringat sesuatu. Headlamp Ria kan ada di tas aku. Aku jadi khawatir gimana dengan Ria. Khawatir dia terjatuh, keseleo, bahkan yang paling parah kalo dia sampe tersesat. Huaaahhh.. Khawatir banget. Gimana keadaan Ria ya saat itu?

Beberapa kali istirahat, akhirnya aku, Mas Sidiq, Iqna, Udin, Farah, Kak Eko, dan Pian berkumpul jadi satu kelompok, mengingat mulai gelap juga siy. Nah, baru saat itu aku tahu tuh cowok yang selama ini nemenin aku turun, yang akhirnya aku tahu namanya Sidiq itu adalah salah satu anggota tim juga. Hahhaaaa.. (maaf Mas Sidiq).

Istirahat terakhir sebelum sampe ke Pos Kuburan Kuda, kami kedatangan tamu tak diundang. Namanya Nicholas. Dia bilang dia adalah utusan yang diutus untuk memastikan keadaan kami. Katanya ada kabar kalo ada cewek pake jilbab pink dibawa ke bawah gitu karena cidera. Sepertinya mereka mengkhawatirkan kalo cewek itu adalah aku. Jadi gak enak niy... Ngerepotin.. Tapi ternyata dibalik semua itu, ku ketahui bahwa mereka sebenarnya cuma membutuhkan makanan yang ada di tas yang aku bawa. Huuuft! *bercanda

Sesampainya aku di Kuburan Kuda, aku disambut oleh pertanyaan dan cerita dari Ria. Aduh, sahabatku yang satu ini. Aku seneng banget dia baik-baik aja. Dikasih minuman hangat juga. Cuma ya cuma emang gitu lah.

Aku bersyukur banget dah dipertemukan sama sahabat kayak Ria. Semoga kita bisa beneran tetanggan ya dan bisa menghabiskan masa tua kita bareng-bareng sebagai sahabat. Aamiin ya Rabb.

Di kuburan kuda, kami memasak mie goreng. Ria melarang aku makan mie goreng. Ria menyarankan aku makan nasi sisa masak pagi tadi. Jujur, kalo inget makanan tadi pagi, sebetulnya aku jadi rada malas makan. Tapi kali ini gak ada pilihan lain. Akhirnya aku makan juga tuh nasi dan lauk. Oya, jadi Nicholas bawa tempe orek buatan ibunya. So sweet banget kan Nicholas. Tempe orek buatan ibu emang selalu enak. Pokoknya cuma bisa bilang tempe orek ibunya Nicholas enak enak enak!

Setelah seluruh tim berkumpul, makan malam, dan beristirahat, kami melanjutkan perjalan kami lagi, katanya tinggal 2 jaman lagi kami sampe bawah. Katanyaaaa. Karena tadi dibelakang, diusulkanlah, Aku dan beberapa teman yang tadinya jalan dibelakang untuk jalan di depan.

Setelah mengatur ulang otak dan emosiku, aku berjalan seperti biasa. Hingga akhirnya serasa waktu berlalu cepat banget ketika sampe di bawah. Oya, jadi saat hampir sampe pos pertama, jalanannya banyak batu-batunya. Sakit banget jalan disana, meski sudah memakai sepatu gunung. Aku gak bosen-bosennya ngeluhin tuh batu yang seenaknya aja nusukin telapak kaki. Astaghfirullah.

Akhirnya setelah perjalanan yang cukup panjang, kami tiba di pos 1. Kami istirahat, minum air yang banyak, serta membersihkan diri seadanya, yah, minimal cuci muka dan gosok gigi lah yaa.. Setelah itu, kami memutuskan untuk naik ojek sampai jalan yang ada dilewati bus menuju Jakarta (aku lupa namanya) dengan ongkos sekitar Rp 20.000,00.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: