“Goa Buniayu Vertikal, Sukabumi”
3 Mei 2014-It’s Begin!
Our Adventure!-
Kami berjalan dengan urutan Putri, Dina, Rini, dan Ria
menuju pintu masuk Goa. Urutan ini juga Kami pakai ketika akan memasuki Goa dan
berjalan di dalam Goa. Jujur, Aku sebenarnya rada takut gitu waktu mau masukin Goa. Deg degan banget. Mana lagi ternyata Ak Noi hobby nahan Kita di udara dan
sering nurunin secara tiba-tiba. Waduuuhh... Tiba giliranku, Aku meminta Ak Noi
untuk tidak melakukan hal yang sama dengan Dina. Karena Aku yang kelihatan agak
parno, Ak Noi ngebantuin Aku. Dia mengajari Aku gimana nentuin posisi yang
nyaman untuk turun. Pokoknya Aku berterima kasih banget dah sama Ak Noi.
Sebelum masuk ke Goa vertikal |
Ketika akan diturunkan, Aku kira kita bakal lama banget di udara hingga tiba di tanah. Ternyata 20 m itu sebentar banget. Waktu memasuki Goa, keparnoan sirna sama ketakjuban. Luar biasa banget dah indahnya Goa ini. Langit-langit Goa yang dihiasi oleh Stalaktit berwarna putih, kuning, cokelat, hingga hitam. Tapi waktu memasuki Goa kebanyakan warnanya putih dan kuning muda gitu. Duh, Nyesel deh tadi udah bilang gak usah ditahan lama-lama di udaranya.
Sampe dibawah sudah ada Dina, Putri dan Pak Eko. Pak Eko
membantuku melepaskan tali pengaman yang Aku kenakan. Setelah team berkumpul kembali, Kami mulai turun ke bawah melewati batu-batu besar yang
berwarna cokelat. Sekilas terlihat seperti lumpur atau tanah liat gitu,tapi
anehnya tidak selicin yang Kita bayang kan.
Pertemuan pertama dengan air |
Sampai dibawah, yang Kami temui pertama adalah aliran air yang kira-kira lebarnya sekitar 1,5 m. Saat itu aliran air tidaklah tinggi. Kami sempatkan untuk berfoto-foto disana dan di beberapa Stalaktit yang indah. Pak Eko baik sekali. Beliau dengan senang hati motoin Kita dimana-mana dengan pose yang aneh-aneh. Beliau juga turut menyarankan dimana posisi bagus buat berfoto.
Foto-foto terus selagi masih bisa |
Setengah perjalanan, Kami lewati dengan berada di dalam air. Meski airnya tidaklah terlalu tinggi, tetaplah harus hati-hati. Pilihlah jalur yang gak terlalu dalam ketika berjalan. Sedikit tips, memilih berjalan selalu ditengah tidak terlalu baik, karena selalu ada lubang yang bisa menyebabkanmu terkejut bahkan jatuh. Sebaiknya milih berjalan sedikit kepinggir. Oya, tangan juga harus siap lecet yaa.. karena selama di Goa ini Kita akan merasakan yang namanya walk climbing.
'Walk climbing' di Goa |
Selama perjalanan di dalam Goa, Aku memperhatikan team. Dina, Dia kelihatan bisa menjaga dirinya sendiri, tidak perlu banyak dibantu, meski ini perjalanan pertamanya. Ria, Aku sedikit khawatir dengannya. Ternyata Dia masih sering jatuh ke perangkap lubang selama di air. Mungkin Dia bingung, mana jejakku dan mana jejak Putri. Dan yang paling Aku perhatiin itu adalah Putri. Dia sering banget salah nginjek hingga berulang kali masuk lubang hingga ngalamin yang namanya terjatuh.
Ketika di air, Aku bertukar tempat dengan Putri, maksudku
biar Putri bisa ngikutin jejakku. Aku, gini-gini juga sangat memperhatikan
jalanku. Aku gak pengen jatuh ke lubang. So, Aku ekstra hati-hati banget.
Dengan bantuan headlamp Aku bisa melihat batuan yang bisa Aku injak dan
untungnya juga airnya gak lagi tinggi dan cukup bersih. Tapi sangking fokusnya sama bagian bawah dan teman-temanku, Aku
kadang lupa untuk memperhatikan bagian atas. Pertama-tama Aku masuk, kepalaku dua ato tiga kali kejedot
sama Stalaktit yang cukup rendah. Untung aja ada helmet, kalo gak, gak ngerti
lagi gimana kondisi kepalaku saat itu.
Selalu hati-hati dimanapun berada |
Sebenarnya jatuh ke lubang yang Aku maksud bukan ke jurang yaa.. Maksudnya seperti lubang perangkap. Lubang yang agak dalam, yang bisa ngebuat Kita kadang terjatuh. Meski gak ngakibatin hal yang fatal. Tapi kalo sampe terjatuh, Kamu akan nyobain dinginnya air di kulitmu dan paling akan luka sedikit.
'Berenang' di dalam Goa |
Kami merasakan dinginnya air di Goa ini saat Kami disuruh berenang. Waktu itu air sebenarnya tidaklah terlalu tinggi. Tapi karena Guide Kami agak iseng, Dia bilang kalo Kami musti berenang dan Kami segitu polosnya percaya. Sampe-sampe Kami saling menunggu agar bisa barengan dan Kami juga saling berpegangan tangan untuk saling menjaga satu sama lagi..Dan... Hmmm... Ketika Kami sudah siap untuk memasuki bagian air yang dalam itu, Kami pun nyadar kalo Kami dikerjain. Tinggi airnya ternyata cuma sepinggang Kami. Tapi gak papa.. tetap nyenengin. Kami iseng-iseng foto disana, seolah-olah airnya sedang tinggi. Hihihihiiii padahal aslinya Kami yang emang agak jongkok.
Sebenarnya Kami termasuk beruntung loohh... Pertama, hari
itu ternyata
pengunjungnya hanyalah Kami. Jadi Kami dapet perhatian yang cukup melimpah dari
pengelola Goa dan warga sekitar. Kami gak perlu khawatir ada team lain yang
ngedahuluin Kami alias bisa santai. Goa hari itu adalah milik Kami. Kedua, keadaan air di dalam Goa gak lah
tinggi. Kalo tinggi, bisa bisa musti kedinginan dan bisa jadi saat itu Kami
akan benar-benar berenang. Soalnya katanya airnya bisa sampe kepala bahkan kalo
lagi hujan lebat, bisa nutupin hampir ¾ Goa. So, Kita musti manjat Stalaktit
dan bersembunyi bersama kalelawar dan teman-teman lainnya. Baru bisa keluar
ketika airnya surut dan itu gak pasti waktunya. Bisa jadi kamu bakalan nginep
tanpa perbekalan yang cukup di dalam Goa.
Sepertiga perjalanan, Pak Eko menawarkan Kami untuk
istirahat. Tapi Kami gak ada yang mau istirahat. Hahahaaaa masih semangat
semangatnya nelusurin Goa ini. Setelah tawaran itu, jalurnya emang agak lebih
sulit dari yang awal dan akibatnya Kami gak terlalu banyak bisa berfoto-foto
ria lagi... hihihihiiiii
Ditengah perjalanan, iseng-iseng Aku nanya ke pak Eko, kok Stalaktitnya warnanya beda-beda siy Pak?. Pak Eko bilang, Stalaktit itu aslinya
berwarna Putih bersih. Tapi pada proses pembentukannya terkadang ada lumpur ato kotoran
yang mempel sehingga warnanya berubah-ubah. Ada yang kuning muda, ada yang cokelat sampe ada yang
hitam. Oya, Stalaktit yang berwarna putih banyak ditemui dilangit-langit yang tinggi banget.
Ada satu hal yang musti Kamu tahu. Ternyata eh ternyata Goa Buniayu kaya loohh.. Kok bisa? Tentu bisa, Wong dibeberapa Stalaktit ada yang
mengandung permata. Bagus banget. Kata Pak Eko itu gak boleh diambil. Itu
dilestarikan. Heheheeee Terus juga, Stalaktit yang Kamu temui bentuknya akan
aneh-aneh. Ada yang mirip ikan pari, ada yang mirip gigi ikan hiu, ada yang
kayak ikan lele, ada juga mirip ubur-ubur, bahkan ada yang mirip rambut manusia
(kalo yang ini katanya Ria). Lucu dehhh..
Pokoknya kalo kamu kesana, kamu harus nyobain nyari betuk-bentuk yang aku
sebutin yaa... hihihiiiii
Setengah perjalanan, Pak Eko nyaranin Kami untuk istirahat
karena setelah itu perjalanan akan lebih berat. Gak akan ketemu banyak air. Yang akan Kami
temui jurang dan lumpur. Sambil istirahat Kami memakan beng-beng dan meminum
air mineral. Tentunya Kami foto-foto juga.
Ketika istirahat, lagi-lagi atas saran Pak Eko, kami ingin
merasakan kegelapan abadi. Semua pencahayaan kami matikan dan kami berdiam
merasakan kegelapan dan kesunyian goa. Tapi ternyata teman-temanku ini tidaklah
seperti yang ku pikir. Saat
pencahayaan dimatikan. Tangan kananku dipegang oleh Putri, Tangan Kiriku oleh
dina. Dan yang lebih buat aku terkejut lagi adalah Ria. Hahahahaa Sebegitu
tidak kuatnya dia sama gelap sampe-sampe janji hanya akan 10 detik, singkat
menjadi 3 detik. Hahahhaaaaa...
Aku suka malam. Aku suka sunyi. Sebenarnya aku juga orangnya
sedikit penakut looh. Cuma rasanya saat itu, rasa takutku hilang tertutupi
perasaan yang terhanyut akan keasyikan petualangan ini dan rasa penasaran yang
mendalam akan kata Kak Azmi dan Tiwi mengenai perasaan merasakan dan berada di
kegelapan abadi. Ternyata cukup nyaman, meski rasa itu hanya bisa aku rasakan 3
detik. Tapi cukup puas lah.
Memasuki medan lumpur, lagi-lagi kami dikerjain sama Pak
Eko. Pak Eko menyuruh kami
satu persatu berjalan melewati lumpur. Sebenarnya agak aneh siy, pak Eko gak
jalan duluan di depan, malah kami yang jalan duluan. Hasilnya, baru beberapa
langkah memasuki zona lumpur, kami semua pada gak bisa gerak.
Memasuki Zona Lumpur |
Dina
berhasil melewati zona sekitar 6-7 m ini, Aku tentunya gak mau kalah dong.
Meski waktu itu Dina sempat mau nolongin aku (Aku udah hampir mau sampe), Aku
menolak uluran tangannya. Dengan susah payah, aku bisa juga melewati tantangan
ini. Tentunya bukan dengan berjalan menggunakan kaki, tapi menggunakan lutut.
Putrid an
Ria masih terperangkap dalam lumpur. Mungkin karena kasihan ato apa, Pak Eko
akhirnya bilang, Sepatu Boots nya dilepas aja. Grr! Bilang dari tadi dong Pak.
^^ dan emang beneran, ketika gak pake sepatu boots jalannya lebih gampang.
Untuk
melanjutkan perjalanan ini, hal yang harus kami lakukan pertama ada
mengeluarkan Ria dan Putri dari perangkap lumpur. Dina menolong Ria dan Aku
menolong Putri. Nolongin Putri susah susah gampang. Gampangnya soalnya dia
badannya lebih kecil dari aku. Susahnya, dia gak bisa banyak gerak sama sekali.
Akhirnya aku seret aja dah putri dari lumpur itu. Tapi tetap aja susah,
masalahnya badan putri melintang gitu sehingga aku bukan hanya menyeret Putri
tapi juga lumpur yang gak sengaja berada di depannya. Huh! Keluarlah tenaga
kulinyaaa…
Tanganku
emang rada beda sih sama kakiku. Mungkin tanganku sedikit lebih kuat dibanding
kaki, makanya aku bilang tenaga kuli. Karena kebiasaan nolongin putri
(meganggin, nahanin, nyeret dll) akhirnya dampaknya juga gak cukup baik. Jadi
ceritanya aku mau nolongin Ria waktu itu, tapi karena aku benar-benar gak main
kontrol-kontrol lagi, keluarlah tenaga kuli. Akibatnya pas aku narikin Ria, Ria
hampir terjatuh ke depan. Waduuhh.. Maafin Aku ya Riii..^^
Selama
berjalan di lika liku batuan dan lumpur, kami akhirnya benar-benar menunjukkan
kerjasama team. Saling ngebantuin kalo ada yang kesusahan jalan. Bantuin
milihin jalan yang gampang. Bantuin ngebersihin mata Putri yang kemasukan
lumpur. Bantuin memoles muka teman pake lumpur. Sampe ngebantuin ngebawain
sepatu boots yang waktu itu cukup berat dan cukup licin untuk dijinjing
(Akhirnya dipeluk dah..)
Oya, di
dalam Goa aku sempat ngalamin yang namanya Nyusahin Team. Jadi ceritanya Pak
Eko nyusuh yang pake Headlamp jalan yang paling depan, sedang beliau jalan di
belakang ngawasih kita. Karena Ria bertugas ngejagain bagian belakang, akhirnya
aku yang di depan sekali (Btw Cuma aku dan Ria yang bawa Headlamp).
Nah jadi setelah
kita manjetin tebing dan bahu membahu ngoperin sepatu boots, tibalah saatnya
turunan. Turunannya agak licin. Di sebelah kiri ada jurang kecil. Aku turun
setelah Pak Eko. Sialnya, meski aku turun ngikutin jalannya pak Eko, kakiku
tertanam di lumpur dalam banget. Jadi kesel sendiri, kenapa aku milih pake
sepatu boots dan kenapa itu lumpur bentuknya pada kayak batu waktu jatuh. Kan
jadinya beneran aku kirain batu dan aku injak. Tertanamlah sepatuku di lumpur
itu.
Kakiku
sudah tidak tertanam bersama boots. Namun, aku harus berupaya keras untuk
mengeluarkan sepatu itu dari lumpur, yang mana saat itu sepatunya udah kekubur
di dalam lumpur. Jadi harus ngorek-ngorek, tarik tarik, buang-buang,
tarik-tarik.
Egoku
sepertinya amat besar dan sifatku yang segan bilang minta tolong sepertinya gak
hilang-hilang. Aku berusaha sendirian ngeluarin sepatu itu. Emang susah
banget.. Sampe-sampe tanganku luka dan kukuku jadinya sakit banget. Akhirnya
sang kesatria datang, Dina. Dina ngebantuin aku mengeluarkan sepatu bootsku
dari lumpur. Aku curiga, sepertinya Dina sudah sahabatan sama lumpur sejak
dulu. Soalnya lumpurnya nurut banget sama dia.. Salut deh dan Terima kasih Dina.
Oh
yayayayaa.. Aku juga mau cerita mengenai tangga. Jadi kan ntar di tengah
perjalanan di Zona lumpur, kita disuruh naik tangga dari bamboo. Karena aku
yang di depan jadinya aku yang duluan nyoba. Aku kira bakal aman-aman aja,
secara di rumah aku juga udah biasa naik tangga dan main ke genteng. Cuma baru
beberapa aku berpijak pada anak tangga, aku menyadari sesuatu.
Apa itu?
Pertama, ternyata anak tangganya bisa digoyangin dan cukup licin alias bisa aja
kita terpelosok jatuh. Kedua, kalo kita ngeliatin dibelakang kita sudah pasti
ada batuan keras, jadi kalo kelepas bisa langsung terbentur. Ketiga, Kalo jatuh, pilihannya adalah
jatuh kelumpur dan nimpa temen-temen ato jatuh ke bawah banget ke jalur yang
tadi kamu climbing (Batuan dan lumpur). Dan yang terakhir bikin jantungku
memacu lebih cepat adalah ternyata tangganya Cuma disenderin doang, gak diiket ato diapa-apain.
Belum lagi tangganya ternyata gak sampe tempat kita bisa menginjakkan kaki di
“daratan”.
Gemetaranlah
kakiku menaiki tangga itu bahkan aku membuat suara-suara aneh seperti anak
kecil ditinggalin sendirian di rumah.. “Ayaaahhh…. Ayaaahhh…” Itu aja kata yang terucap dari bibirku. Di
ujung tangga, aku benar-benar gak berani menginjakkan kakiku. Masalahnya gimana
caranya nyampe ke “daratan” yang jaraknya lebih dari setengah meter dari kakiku sekarang
berpijak.
Teman-temanku
menyemangati aku. Pak Eko juga menyemangati aku. Dia mengulurkan tali dan
memintaku untuk memberanikan diri menaikkan kakiku ke batu yang sedikit menjulur dari ”daratan”.
Aku memberanikan diri untuk menaikkan kakiku, meski aku tahu banget kalo kakiku
itu gemetaran dan lemas banget. Setelah posisi kakiku pas, Pak Eko menarikku
menuju apa yang akhirnya aku sebut “daratan”.
Sumpah ya!
Kakiku masih gemetaran dan mulutku gak berhenti ngeluarin suara “Ayaahh…
Ayaaahh…” meski aku udah sampe. Gila! Padahal ini kebiasaan udah bisa diberhentiin.
Tapi ujung-ujungnya malah kumat lagi. Jadi malu sama temen-temen. Kelihatan
banget manjanya, takutnya, dan kekanak-kanakkannya diriku saat itu. Padahal
sebelum-sebelumnya aku udah Cool banget (menurutku). Hmm karena nila setitik,
rusak susu sebelangga.. hihihihiiii tapi gak papa deh.. Kan emang salah satu
tujuanku adalah introduce myself ke temen-temen dekatku ini. ^^
Tibalah
(lagi) kami di Zona lumpur yang kata Pak Eko cukup dalam, sampe paha. Hmm..
Karena kami anak-anak yang polos, meski udah dikibulin berulang kali, kami
tetap aja percaya. Tapi, kali ini beliau benar loohhh… Dina pertama kali yang
menyebranginya. Emang dalam dan buat susah Jalan.
Kami
memilih melemparkan sepatu kami terlebih dahulu ke batu di seberang
dibandingkan menenteng nya. Kami mengikuti jejak dina. Putri duluan yang turun.
Lalu Dina mendorong Putri sehingga bisa naik ke batu. Lalu giliran Ria. Ria
juga sama dibantu Dina, di dorong sampe naik ke atas batu. Tibalah giliranku.
Aku ditarik sama Ria dan Putri supaya bisa naik ke batu. Dina, Kita tarik
bertiga supaya bisa ikutan naik. Pfuuih! Capek tapi tetap menyenangkan.
Setelah bersakit-sakit, bersusah susah, bersenang-senang,
bergembira-gembira, dan tertawa-tawa, kami akhirnya tiba diantara dua cabang
jalan (ntah ini udah keberapa kalinya). Pak Eko meminta aku ngambil jalur ke
kanan (saat itu masih aku yang ada di depan). Dengan polos dan percaya aku
memanjati dinding bebatuan yang dipenuhi dengan lumpur hingga akhirnya aku
menemui jalan buntu.Terus pak Eko bilang, yah kalo itu buntu berarti yang kiri
sambil tersenyum lebar Hahahahaaa aku kena mulu niy dikerjain sama Pak Eko..
-__-‘
Aku yang tadinya paling di depan jadinya berada di paling
belakang. Huft! Jadi susah kan. Padahal ini udah mau dipenghujung petualangan
di Goa sepanjang 4,5 Km ini. Yak! Sebelum benar-benar keluar Goa, kami sempat
berfoto-foto dahulu. Dari fotonya kelihatan banget kalo kami udah menyatu ama
lumpur di goa. Tinggal muka aja lagi yang belum. Biar sekalian mirip sama
boneka dari tanah liat.
Ketika melihat keatas dan menemukan secercah cahaya
matahari, rasanya semangat untuk segera menjemput kehangatan langsung bangkit
dari kubur! Terus berusaha untuk menyemangati diri hingga akhirnya bisa juga melihat kehidupan di
permukaan tanah. Begitu keluar, rasa syukur gak ada habis-habisnya. Rasa puas
akan keberanian menaklukkan diri sendiri membuncah.
0 comments:
Post a Comment